Daisypath Anniversary tickers

21 December 2011

Bapak

Bapak...itu idola banget buat aku.
Seperti beliau yang setiap keputusannya bijaksana, akupun juga ingin demikian.
Bapak yang selalu serba bisa, akupun demikian.
Bahkan aku ingin lebih dari apa yang sudah Bapak lakukan.

Bapak dan gadis kecilnya. Sedari kecil memang aku lengket sama Bapak.
Kalau berangkat sekolah maunya dianter sama Bapak meskipun kenyataannya gak mungkin karena Bapak lebih banyak di luar kota.
Belajar berhitung dari bapak. Belajar menulis rapi dari bapak.
Kalau bapak ke sawah aku ikut. Kalau bapak ladang aku juga. Bapak suka bercocok tanam, aku juga. Bapak ke warung kopi, aku ikut. Bapak ke bengkel, nurut juga. Bapak benerin rumah, ikut-ikut, Bapak bikin perabotan, aku gak mau kalau gak ikut andil.

Bapak memang disiplin, menyiapkan aku menjadi sosok yang gak sekedar bisa tetapi harus punya nilai lebih dari sekedar bisa.
Sederhananya Bapak pasti gak rela kalau aku cuma bisa baca tulis saja. Pasti Bapak menuntut aku untuk bisa baca, menulis rapi dan bisa menulis dengan huruf sambung. Itu harga mati.
Bapak juga gak akan rela aku cuma bisa berhitung. Buat bapak aku harus bisa berhitung lebih cepat di usia sedini mungkin. Jadi gak heran kalau teman-teman belum bisa perkalian, tapi aku sudah.
Awalnya, semua itu tak berasa efeknya...Lambat laun aku mulai paham, kenapa bapak menuntutku untuk bisa lebih di usia sedini mungkin.
Selain memudahkan aku ke depannya ternyata faktor ada waktu juga. Bapak hanya melakukan itu saat ada waktu luang bersamaku. Jika sudah di luar kota, mana bisa melakukan hal yang sama. Inilah quality time. Betapa bapak menyadari pastinya akan merepotkan untuk ibu jika harus mengurusi semuanya sendiri. Sementara bapak hampir tak pernah ada di samping ibu secara fisik di tiap harinya.

Keinginanku untuk minimal bisa sama seperti bapak seperti gayung yang bersambut. Karena Bapak memang memperlakukan aku untuk minimal bisa sama seperti beliau.
Dalam hal apapun. Selalu ada tantangan dari bapak.
Bapak selalu memberikan yang terbaik untuk aku, terlebih dalam hal pendidikan.
Buat bapak, tak ada yang tak bisa aku lakukan. Karena bapak telah menyekolahkan aku di sekolah favorit dan terbaik, maka tak ada kata tak bisa dalam mengerjakan tugas apapun. Apa yang aku butuhkan akan dipebuhi dengan syarat untuk keperluan pendidikanku, bahkan sampai aku kuliah.
Saat aku sekolah di sekolah biasa maka bapak akan memasukkanku ke lembaga bimbingan belajar aku bisa upgrade ilmu setara dengan anak-anak di sekolah-sekolah favorit di kota.
Saat aku bisa naik level sekolah di sekolah favorit maka bapak akan memenuhi apa yang menjadi kekuranganku untuk bisa lebih setara dengan yang lain di ilmu yang otakku tak sanggup mencerna dengan nornal.

14 December 2011

Kisah Sang Trotoar

Sebenarnya ini bukan kali pertama ketika sedang melenggang kangkung menikmati kaki menapak di trotoar lau tiba-tiba ada mesin yang menyembul begitu saja. Dari depan, belakang maupun samping.
Tentu saja itu adalah mesin motor.
Tentu saja ini terjadi di Ibu Kota, Jakarta.

Seperti pagi ini, sesaat setelah berhasil menyeberangi Jalan Wahid Hasyim depan Lotus, Djakarta Theater dan menapakkan kaki beberapa langkah tiba-tiba ada motor matic mio menyembul begitu saja dari arah belakang samping kiri. Si pengendara memberikan klakson manual dengan suaranya sendiri. Oh...aku sedikit minggir ke kanan. Sejenak merasa bersalah karena tak hati-hati berjalan, lalu aku ingat. Aku kan berjalan pada jalur dan lajur yang memang dikhususkan buat saya, pejalan kaki, bukan jalur untuk kendaraan. Astaghfirullah....marah sekali rasanya.

Kejadian macam ini akan terus dan akan tetap terjadi selama kesadaran masyarakat kita tidak lebih baik. Seharusnya ada edukasi, pembelajaran dari instansi terkait dan terlebih lagi seharusnya adalah kesadaran dari masing-masing individu untuk menyadari pentingnya menaati peraturan yang sudah ada.

Dengan alasan macet, trotoarpun raib menjadi jalur motor. Lalu bagi orang-orang seperti aku, di bagian mana kami bisa melangkah dengan aman dan nyaman?
Teringat kejadian di depan Poda Metro Jaya, ketika terowongan semanggi macet karena terjadi penumpukan kendaraan, seperti biasa para pengendara motor main sikat saja trotoar. Sampai akhirnya seorang polisi yang semula ada di sparator jalur cepat pindah ke trotoar depan Polda, kemudian menoleh ke arah kendaraan  bermula. Santai saja, hanya geleng-geleng kepada sembari sesekali menunjuk para pengendara motor. Sebuah cara sederhana mengusir mereka dari trotoar, agar berada pada jalur yang seharusnya.
Ini potret Jakarta. Berdampingan dengannya setiap harinya.

Trotoar itu lapak buat dagang dan parkiran.
Lihat saja, di trotoar samping Kantor Departemen Pertanahan yang berada di belakang Gedung Sarinah. Kala siang separuh badan trotoar jadi lahan parkir. Dan saat Jakarta gelap tanpa sinar mentari, separuh lebih dari badan trotoar menjadi lapak jualan berbagai kuliner.
Sama seperti di Jalan Jaksa. Sepanjang jalan, separuh badan jalan jadi lahan parkir berbayar. Sedangkan trotoarnya disulap jadi warung tenda. Dan aku punya langganan warung pecel ayam :D

Trotoar depan Bank UOB di Jalan Wahid Hasyim telah disulap menjadi lahan parkir motor resmi bank tersebut. Coba saja lewat. Hanya disisakan  space untuk 1 orang lewat diantara motor yang berjejer. Dan menurut saya itu juga bukan ditujukan buat pejelan kaki tetapi cenderung menjadi space untuk keluar masuk motor. Memang sejak ada bank ini, pernah di gang sekitar situ pernah menjadi lahan parkir tetapi tidak berlangsung lama.

Ceritaku dari tadi memang hanya seputar daerah Sarinah - Kebon Sirih, karena memang kebetulan tinggal sementara disitu.
Seperti lingkaran menyesatkan.
Sepanjang Jalan Agus Salim / Sabang, jangan pernah berharap lancar. Lahan parkir yang tersedia di kanan kiri jalan memang masalah utama.
Ketika belok kanan ke Jalan Kebon Sirih, akan disambut dengan penyempitan jalan karena separuhnya dipakai lahan parkir, nasi goreng kambing kebon sirih di sore dan malam hari. Di trotoar sepanjang jalan ini, sudah menjadi pemandangan biasa kalau ada motor melaju dengan tenangnya, baik yang searah maupun melawan arah.
Belok lagi ke kanan, masuk Jalan Jaksa, akan menyempit lg karena separuh jalannya juga dipakai lahan parkir. Dan pejalan kaki harus merelakan trotoar untuk lapan pedagang.
Belok ke kanan lagi, Jalan Wahid Hasyim akan menemui masalah yang sama, ditambah perempatan yang sesak tanpa celah.

Okay, pastinya bukan aku saja yang mengeluhkan ini. Banyak orang dan warga Jakarta yang mengeluhkan tentang fungsi trotoar dan jalan. Selamat menikmati warna-warni Jakarta.

13 December 2011

Begini Rasanya Punya Gelar Sarjana

Graduation Day? Lulus Sarjana?
Udah lewat..... Beberapa bulan yang lalu. Alhamdulillah.
Tapi belum pernah di-post di blog. Bagaimanapun kuliah ini adalah perjuangan banget.
Memang pada awalnya masih dimodalin sama Bapak Ibu, bahkan sampai menginjak tahun ke-2. Tapi alhamdulillah...pada akhirnya selesai juga dan dengan biaya sendiri.



Okay, mari kita bercerita.

Awal Kuliah :
Ada asap pasti ada api. Dan perjodohanku dengan Budi Luhur Roxy juga punya sebab. Sebab almusababnya tidak lain tidak bukan adalah teman-teman. Karena begitu banyaknya teman-teman dari Moklet yang melanjutkan ke Budi Luhur Roxy, maka akupun juga demikian.
Ada plus minusnya.
Plusnya pasti banyak, selain bisa nitip absen juga koordinasi tentang tugas-tugas kelompok bahkan sampai mencari kelompok jadi lebih mudah. Semangat saling menolong dan gotong royong juga tinggi, terbukti dari semangat bahu membahu menjawab soal ujian bersama-sama. Wkwkwkwk....
Komunikasi juga satu protokol yang mudah dimengerti dan dipahami dengan baik, bahasa jawa. Hihihihi...
Rasanya seperti pindah sekolah aja deh. Tapi bedanya ini ketemunya tiap malem dalam keadaan capek dan ngantuk.
Selain alasan pertemanan yang terlalu kuat, kelas karyawan di Budi Luhur itu terjangkau. Gak mencekik leher, apalagi sebagai lulusan SMK yang masih dilirik sebelah mata dalam hal gaji. Dengan sistem periode (satu semester ada 3-4 periode), pembayaran biaya kuliah juga lebih ringan dan longgar.
Antara kelas reguler dan karyawan pun pada akhirnya mempunyai ijazah yang sama kok, tidak dibedakan. Beban untuk lulus juga sama, yang membedakan hanya selama proses belajar mengajar saja.
Minusnya juga ada, karena Budi Luhur ini akreditasinya gak bagus-bagus banget. Masih standar-lah. Tapi Alhamdulillah untuk SI masih lebih baik dari TI, yaitu B.
Satu lagi, menurutku wajib untuk punya basic ilmu dari jurusan yang diambil. Kalau gak, bakalan keblinger. Bagaimanapun kelas karyawan punya speed lebih cepat, jadi gak ada banyak waktu untuk bereksperimen ini itu. Beda dengan sistem semester yang relatif lebih panjang. Belum lagi masalah jam kuliah yang 'after office hour', terasa banget menyita tenaga dan konsentrasi.

Review Kuliah :
Selama kuliah, peran teman-teman sangat besar. Intinya sih bisa bertahan juga karena teman-teman. Bahu-membahu dan saling menyemangati diri dalam bentuk 'joke' merupakan hal lumrah yang acap kami lakukan.
Satu lagi, tak bisa aku pungkiri peran Mas Niko juga banyak. Karena memang aku dan dia mengawali kuliah bareng. Pernah saling mengingatkan untuk fokus dan tetap semangat meraih gelar sarjana. Hingga pada akhirnya gak jalan bareng lagi dan otomatis gak kuliah bareng lagi...tetap rasa terima kasih terselip buat dia. Makasih ya Mas Niko.
Dosen di BL Roxy juga bisa dibilang flexibel meskipun beberapa tetap gak bisa ditawar. Termasuk yang jadi pembimbing skripsiku :D
Masing-masing dosen memberikan kesan berbeda. Ada yang enak banget, enak, biasa, sampe bikin jengkel. Yang bikin jengkel itu bukan yang tipe 'gak bisa ditawar' tetapi yang tipenya biasa aja tapi ujug-ujug nilai yang keluar jelek. Waaaah...bikin emosi aja nih. Apalagi dia adalah dosen pasaran, maksudnya bisa ngajar banyak mata kuliah.
Ah...tetapi tetap rasa terima kasih harus dilekatkan. Berkat beliau-beliau inilah banyak ilmu bisa aku dapatkan :D
Berangkat dan pulang kuliah juga perjuangan banget. 2 tahun pertama sih enak-enak aja karena selalu barengan ama Mas Niko. Lambat laun aku mencoba berangkat sendiri, apalagi setelah gak jalan bareng lagi. Berangkat dan pulang benar-benar sendiri.
Kadang kalo berangkat ke kampus, turun mikrolet udah nggliyeng aja karena mabok darat. Macet kagak nahan, bikin perut berasa dikocok-kocok. Gak jarang juga tidur pulas di mikrolet, bodo amat mikrolet menerjang polisi tidur, zzzzzz....
Kalau pulang masih relatif enak, karena naik taksi patungan sama temen-temen.

Berasa banget tuh pas skripsi. Meskipun cuma sekali seminggu tetep aja, berasaaaa banget. Berangkatnya macet, pulangnya jadi malam banget.

Pulangnya mesti deg-deg-an. Jam 11 - 12 malam mana ada angkot berkeliaran lagi. Kalo ada juga aku gak bakalan berani naik. Nemuin sopir blue bird yang mau narik jam segitu juga rada susah. Kalau ada pun kadang udah terkantuk-kantuk. Alhamdulillah ada beberapa taksi yang stand by di depan kampus, taksi langgananku dan temen-temen kalau pulang kampus di jam normal. Meskipun rada-rada ragu karena bukan blue bird, tapi ya gimana lagi. No one else. Pasrah aja deh rasanya...Alhamdulillah ya... aku selalu selamat sampai kosan.

Review Skripsi :
Perjuangan banget dah....
Tahun 2011 adalah tahun perjuangan buat aku. Berjuang biar bisa ikutan skripsi tahun 2011, perjuangan menyelesaikan skripsi dan perjuangan biar bisa wisuda.
Daftar skripsi gak semena-mena bisa daftar begitu saja. Gak buat aku yang tengah mengambil 2 sks di periode berjalan saat pendaftaran skripsi dibuka. Perlu usaha sana-sini untuk bisa mendaftar. Mesti ke kaprodi, ke bagian admin BL Roxy. Ouch...muter-muter gak karuan. Di hari-hari terakhir, disetujui juga untuk bisa ikutan.
Bimbingan pertama begitu mengena. Susah rasanya menjelaskan ke pembimbing mengenai bisnis proses yang aku angkat. Ya memang, aku ngambil studi kasusnya di BUMN jadinya bisnis prosesnya agak berbelit-belit. Tapi oke juga donk akhirnya. Makin lancar dan kaya jalan tol aja.
Maju sidang dengan tingkat ke-PD-an 90% malah. Wkwwkwk.. somse...
Alhamdulillah selama sidang lancar, revisi juga lancar. Sidang hari Kamis tanggal 30 Juni 2011, revisi selesai Jum'at 1 Juli 2011 langsung dikumpulkan ke perpustakaan. Pak Goenawan benar-benar sangat membantu banget sebagai pembimbing.
Giliran daftar wisuda juga ribet banget. Masalahnya semua menjadi gak gampang buat aku yang memang bukan mahasiswa kampus pusat dan mesti kerja pula. Jadi sekalinya ijin ke kantor, di hari itu pula harus kelar. Selama proses daftar sampai ambil ijazah semuanya serba ribet deh. Berasa bolak-balik ke kampus pusat.

Anyway... ternyata begitulah kesan selama kuliah :D
Ada banyak duka ada banyak suka.
Alhamdulillah S.Kom ditangan.